MARI KITA BENAHI MENTAL KITA
Dalam konteks
yang lebih kecil, dalam kehidupan alam pedesaan, ditutupi atau tidak, ternyata korupsi juga lazim dilakukan
oleh oknum aparatur pemerintah desa, lembaga kemasyarakatan dan bahkan masyarakat
pelaku pembangunan yang eksis di desa. Kalau dari sisi desa saja terjadi korupsi yang telah membudaya,
tentunya hal ini lambat laun akan memberikan warna tersendiri bagi citra kabupaten-nya.
Upaya pemberantasan korupsi di desa menjadi sangat sulit karena para tokoh koruptor
lokal semakin pintar berkorupsi, mereka secara bersama-sama melakukan tindakan korupsi secara sistemik dan terorganisir, bahkan dilakukan dengan sangat halus nyaris tak terlihat. Melawan arus tersebut hanya akan mati konyol ketika kita akan menjadi
Pahlawan Kesiangan dalam pemberantasan korupsi di desa.
Sebagai bukti
terjadinya korupsi di desa, sebagaimana kasus-kasus yang telah terekspos di
media, pada tahun 2010 yang lalu, di Kabupaten Magetan, telah muncul sebanyak 23 kasus dugaan
tindak pidana korupsi yang melibatkan aparatur pemerintah desa, yang prosesnya ditangani
oleh pihak kepolisian dan kejaksaan. Rinciannya, 5 kasus melibatkan kepala desa
(kades), 6 (perangkat desa) dan 12 kasus lain yang masih bertahap dalam upaya penyelesaian. Padahal pada tahun sebelumnya (2009), hanya
terdapat 3 kasus, yang mampir di meja hijau. Sungguh, grafik yang sangat
memprihatinkan, karena peningkatannya hampir 800 persen. Adapun untuk laporan
kasus di tahun 2011 ini, kita masih belum menerima berita resminya. Meskipun sebagaimana
kita ketahui, ada sejumlah pemanggilan kepada beberapa kepala desa dan
pengelola program ke instansi kepolisian dan kejaksaan, terkait dugaan korupsi pengelolaan
ADD dan pemyimpangan pelaksanaan simpan pinjam PNPM. Semoga saja ini tidak menambah
buram kondisi citra pemerintahan di tlatah kadipaten Magetan.
Kalau kita mau “mengintip”
sedikit dari hasil pemeriksaan inspektorat kabupaten terhadap pelaksanaan ADD, sebenarnya
ada simpul-simpul yang jelas, sebagai sebab “ketergelinciran” kepala desa dan
pelaku / pelaksana pembangunan di desa, ke meja hijau, antara lain :
- Kurangnya pemahaman para pelaku pelaksana program/kegiatan pembangunan di desa terhadap petunjuk, tata laksana dan aturan main “administrasi” keuangan desa
- Kurangnya pemahaman hukum, terhadap akibat dan ancaman terhadap tindak pidana korupsi
- Adanya intervensi terlalu dalam terhadap pengelolaan keuangan desa, dari kepala desa terhadap bendaharanya, sehingga menyebabkan kerap munculnya kasus, uang ADD dibawa oleh “oknum nakal” kepala desa, yang ujung ujungnya dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
- Kurang harmonisnya hubungan kepala desa, perangkat desa dan anggota kelembagaan masyarakat desa, akibat imbas politik pemilihan kepala desa, atau karena sebab lain yang berhubungan dengan track record atau buruknya pribadi kepala desa.
- Kurang optimalnya pembinaan pihak kecamatan dan kabupaten dalam mengarahkan kepala desa dan pelaku / pelaksana pembangunan di desa kepada sistim kebijakan pengelolaan keuangan desa yang benar dan focus pada tujuan pembangunan yang telah ditetapkan pada forum musrenbang
- Adanya pengeluaran-pengeluaran desa yang tidak terduga, sebagai beban “yang seakan dipaksakan”, berasal dari pihak kecamatan, kabupaten, atau LSM/ormas, dengan alasan untuk membantu operasional kegiatan tertentu, yang berakibat diambilnya “jatah” kegiatan pembangunan dari anggaran desa.
- Desakan target pembayaran PBB dari pihak Camat, di tengah keadaan masyarakat yang sulit ketika dipungut pajak, terkadang juga menyebabkan kepala desa mengambil kebijakan yang salah kaprah, untuk “meminjami” terlebih dahulu pembayaran PBB dari anggaran pembangunan desa (ADD), sehingga pembangunan dan laporannya tidak bisa diselesaikan tepat waktu.
- Tidak adanya komitmen yang kuat dan mental baja untuk memperjuangkan nilai nilai kejujuran dan mensukseskan clean government menuju kesuksesan dan kemandirian desa yang hakiki.
Lemahnya
administrasi keuangan desa yang berujung pada temuan penyimpangan
pelaksanaan pembangunan di desa, sebagai bagian dari korupsi yang eksis di desa,
ternyata berimplikasi pada terjadinya tindak korupsi di tingkat
berikutnya.
Secara praktik di lapangan, sering kita temui salah seorang perangkat desa yang sengaja tanpa malu, memberi “amplop pelicin” kepada “oknum petugas pemeriksa" yang datang ke desa, dengan tujuan memperlancar proses pemeriksaan dan "mengurangi" catatan penyimpangannya di LHP (laporan hasil pemeriksaan). Bahkan, lebih ironi lagi, amplop pelicin tersebut dikoordinir oleh oknum kasi kecamatan dari beberapa desa, agar tampak "tebal dan pantas" diberikan.
Dalam perjalanannya, pemerintah desa juga tidak dapat berkutik, ketika pada saat proses pencairan ADD, mereka "ditodong" oleh kecamatan, dengan alasan pamrih, bahwa ADD tidak akan cair tanpa melewati kecamatan.
Secara praktik di lapangan, sering kita temui salah seorang perangkat desa yang sengaja tanpa malu, memberi “amplop pelicin” kepada “oknum petugas pemeriksa" yang datang ke desa, dengan tujuan memperlancar proses pemeriksaan dan "mengurangi" catatan penyimpangannya di LHP (laporan hasil pemeriksaan). Bahkan, lebih ironi lagi, amplop pelicin tersebut dikoordinir oleh oknum kasi kecamatan dari beberapa desa, agar tampak "tebal dan pantas" diberikan.
Dalam perjalanannya, pemerintah desa juga tidak dapat berkutik, ketika pada saat proses pencairan ADD, mereka "ditodong" oleh kecamatan, dengan alasan pamrih, bahwa ADD tidak akan cair tanpa melewati kecamatan.
Para pembaca yang budiman, sebenarnya, korupsi
tidak hanya berdampak dalam satu aspek kehidupan saja sebagaimana diterangkan oleh
para ahli dalam banyak riset dan penelitian. Korupsi menimbulkan efek domino
yang meluas terhadap eksistensi bangsa dan negara. Meluasnya praktik
korupsi di suatu kabupaten akan memperburuk kondisi ekonomi masyarakat, harga
barang-barang menjadi mahal dengan kualitas yang buruk, akses warga terhadap
pendidikan dan kesehatan menjadi sulit, keamanan suatu daerah akan terancam,
citra penyelenggara pemerintahan yang buruk akan menggoyahkan sendi-sendi
kepercayaan pemilik modal, wal hasil krisis ekonomi akan menjadi
berkepanjangan,dan kabupaten pun menjadi lemah dalam menghadapi persaingan
global.
Benarkah bersihnya pemerintah desa dari kasus
korupsi akankah hanya menjadi sebuah mimpi? Memang tidak mudah memberantas
korupsi. Ia sudah menjadi penyakit sosial yang selama sekian puluh tahun
dianggap “wajar”. Namun sesulit apapun, pemberantasan korupsi harus terus
diupayakan dengan berbagai cara. Lantas kapan kabupaten kita ini akan terbebas
dari korupsi? Entahlah, pertanyaan ini yang mungkin sulit untuk dijawab.
Mencoba teriak
korupsi dalam lingkup pemerintahan desa, kecamatan, atau di kabupaten???, mungkin
saja anda akan dijuluki Pahlawan
Kesiangan yang akan dimusuhi oleh semua unsur pemerintah dan masyarakat.
Apalagi jika berani melaporkan
terjadinya korupsi ??? mungkin hanya akan membuat anda mati konyol di tengah
cengkraman politisasi birokrasi yang kokoh dan sulit ditembus.
Tapi apakah kita akan terus diam, melihat kedzaliman ini?
Tapi apakah kita akan terus diam, melihat kedzaliman ini?
Kesimpulannya, disadari
atau tidak, korupsi telah menjadi lingkaran setan yang sulit untuk diberantas. Dan
ujung dari semua itu adalah hasil dari rendahnya mental “jujur” dan anti korupsi yang dimiliki
oleh para birokrat, para pelaku program, tokoh masyarakat dan bahkan diri kita
sendiri.
Putus asa kah
kita…
Oh tentu saja tidak…,
Masih ada harapan untuk memperbaikinya.
Mari Bersama-sama Kita Bangun
Mental Anti Korupsi Melalui Gerakan Pemberdayaan Masyarakat….!!!!!!
Kembalilah ke jalan yang benar, wahai kawan.....
Jujurlah pada dirimu sendiri, jujurlah pada Allah, yang maha melihat lagi maha mengetahui
dan yaqinlah, masih ada waktu untuk bertaubat dan memperbaiki diri,
Semoga Allah meridhoi….
Penulis : Imam Yudhianto, SE, SH, MM (Analis Kebijakan Pemerintahan Desa dan ADD)
mau tanya nih... bagaimana sih caranya agar rakyat seperti saya bisa mengawasi dana yang mengalir dari kabupaten ke desa dan berapa yang keluar kemudian berapa yang telah digunakan dan digunakan untuk apa dana tersebut?kalo ternyata ada praktek korupsi lalu bagaimana cara melaporkannya?...semua hal tersebut yang ingin saya ketahui adalah secara online?karena saya ingin mengawasi secara online
BalasHapus